Laman

Sabtu, 05 Juni 2010

By Nasril lubis


MUTIARA HATI



Sore ini udara terasa agak panas, setelah melalui perjalanan yang melelahkan dari Bandung ke Jakarta. Badanku tera sangan lelah karena kereta yang saya tumpangi tadi dipenuhi oleh penumpang yang menuju ke Jakarta. Liburan selama tiga hari kedepan ini aku gunakan untuk pulang ke Jakarta, karena saya sudah sangat rindu kepada ayah dan ibu. Selama saya kuliah di Bandung saya jarang sekali pulang ke Jakarta.
Sehabis mandi saya langsung beristirahat kekamar sampai menjelang magrip, itupun karna ibu mengetok-ketok pintu kamar saya. “Novi shalat magrip dulu nak” suara ibu terdengar dari sebelah dinding yang berlawanan. “Iya Bu “ aku menjawab. Aku langsung mengambil air wudu’ dan segera shalat Magrib. Selepas shalat aku menuju ke meja makan berkumpul dengan Ani adikku yang masih duduk di kelas dua SMP. “Gimana Novi kuliahnya, ada kesulitan gak ?” ibu menanyakanku. “kalau sampai sekarang masih berjalan lancar bu! “O ya Ayah belum pulang ya bu? Apaa masih banyak kerjaan?” aku menanya balik kepada ibu. “Iya sekarang banyak kasus yang harus diselesaikan ayahmu, maklumlah ayahkan seorang pengacara jadi dia harus menyelesaikan kasus-kasus klyennya sampai tuntas” kata ibu sambil melanjutkan makan malam.
Pagi harinya aku lagi dikamar Ani sambil melepas kangen dengan adik satu-satunya ini. Ketika kami sedang asik bersenda gurau, ayang mengetok pintu dan masuk menemuiku kekamar Ani. “Novi gimana keadaanmu nak” ayah menyapaku. Maklum ayah sangat cemas dengan keadaan saya. Karena mereka hampir kehilangan aku gara-gara barang haram yang menjerumuskan saya. Alasan mereke menyuruh aku kuliah dibandung juga agar saya tidak kembali terjerumus. Karna sekali terjerumus tidak mudah untuk meninggalkannya. Dulu ayah dan ibu terpaksa menjual toko butik kami, untuk membayar biaya pengobatan saya karena barang haram itu. “Sudah membaik yah” aku menjawab pertanyaan ayah sambi memeluknya. “kapan kamu kembali kebendung” tanya ayah. “Lusa yah, karena hari senin saya sudah ada kuliah”. “Pamanmu Ikhsan gimana keadaannya?” ayah menannyaku lagi. Paman Ihksan adalah adik kandung ayah yang tinggal dibandung. Saya tinggal dirumahnya paman agar paman bisa memantau keadaanku.
“Kamu jadi pulang ke Bandung hari ini Nov?” tanya bapak. “Iya yah aku ke Bandung hari ini” sahutku sanbil membereskan barang yang akan dibawa. “O...Ya nanti ayah antar ke stasiunya” ayah menewarkan. “Ya makasih yah, Memang hari ini ayah gak kerja” jawab ku. “Nggak lagian kita kan jarang ketemu masa ayah gak bisa luangin waktu untuk ngantarin kamu Nov” kata ayah.
Sore ini aku lagi ngumpul sama Santy, Intan, dan Ryna sambil ngerjain tugas. Maklum besok tugasnya harus sudah dikumpulkan, atau lebik kerennya biasa disebut sistem kebut semalaman (SKS). Selagi sibuk mengerjakan tugar tiba-tiba Irma datang memecah kesunyian diantara kami yang sedang fokus-fokusnya mengerjakan tugas. “Hai tugasnya masih banyak gak?” tanyanya sambil senyam senyum karna telat datang.”Udah donk kitakan ontaim mangnya Irma” kata Santy ngeledek Irma yang baru datang. Irma langsungsung membuka bukunya dan ikut bergabung.
Aku baru habis sarapan Ryna sudah datang menghampiri saya. “Nov buruan aku malas nunggu” dia memanggilku. “Ya bentar aku sudah siap ni” aku lagsung keluar kamar. Kami berangkat bersama kekampus. Setelah jam kuliah sudah selesa aku dan rina menuju ketempat fhoto kopi yang ada di dekat kampus. Kami memoto kopi modul yang harus dibagikan kepada anak-anak yang lainnya. Selagi kami di tempat fhoto kopi Intan dan Santy datang menghampiri kami. ”Rin nanti kita ke toko buku yok abis ini!” dia mengajak kami. “ Maaf San kita tadi belum minta ijin sama pamannya” Ryna menolak ajakan Santi”. Maklum Ryna juga sangat tau dengan keadaanku karena saya selalu curhat kepadannya tentang keadaanku. Paman juga pasti akan menghawatirkan aku jika aku pulang terlambat. Dia sangan taku kalau aku terpengaruh lagi sama temen-teman yang kelakuannya kurang baik.kami pun memutuskan untuk pulang sehabis memothokopi medul tadi.
Pagi ini aku lagi menikmati kesejukan udara pegunungan di pingggiran kota. Aku berjalan dan kadang saya berlari santa untuk menghangatkan tubuh. Tiba – tiba aku bertemu dengan seorang pria. “Neng lagi joging juga ? “ tanyanya. “Iya a’ “ aku menjawab sambil terus berjalan santai.”Dingin ya coba kamu pake ini biar badan kamu lebih hangat!” katanya. Setelah dia menawarkan barang itu jantungku langsung berdebar karna aku sudah sangat kenal dengan barang itu. “ Inggak makasih a’ “ aku berusaha menahan diri. Karna aku tau sekai lagi aku mencoba barang itu mungkin aku tidak akan bisa kembali seperti sekarang ini. “Coba saha geratis kok” katanya sam bil menyodornya kehadapanku. “Inggak” aku menjawab dengan nada yang agak keras dambil menepis barang itu. Aku langsung berlari menjauhi pria itu menuju keperbukitan.
Di perbukitan itu aku duduk di sebuah batu sambil merenungi masa suram yang sangat memilukan semasa aku masih tinggal di Jakarta. Ketika aku duduk termenung seorang bapak separoh baya datang menghampiriku “Nak kenapa kamu melamun sendirian disini? Nama kamu siapa?” tanyanya setelah dia berada disampingku. “Novi pak” jawabku singkat. “Sebaiknya kamu pulang saja! kalau kamu butuh tempat curhat atau konsultasi kamu bisa datang kesini” kata bapak itu sambil memberikan selembar karti nama. Dari kartu nama itu saya tau kau bapak itu bernama Imran seorang pimpinam Mutiara Kasih. Aku masih bertanya tentang kartu nama yang diberikan oleh bapak itu. Keesokan harinya sehabis jam kuliah saya menuju ke alamat yang tertera dikartu nama itu. Setelah sampai disana saya baru tau kalau ternyata Mutiara Kasih itu tempat penyuluhan bagi orang-orang yang telah dijerumuskan oleh barang haram itu. Jantungku kembali berdebar sejenak aku langsung menuju keruangan Pak Imran. Setelah ngobrol-ngobrol cukup lama sama pak imran aku pamitan untuk pulang.
Setelah hari itu aku lebih sering berkunjung ke Mutiara Kasih. Paman juga memperikan tanggapan yang positif kalau aku mengunjungi Mutiara Kasih. Di Mutiasa Kasih aku mengenal Aldi seorang dokter yang disitu, sintya seorang ahli sikologi dan banyak teman-teman yang lainnya. Di Mutiara Kasih aku juga ikut secara suka rela memberika penyuluhan. Setelah lumayan lama di Mutiara Kasih aku merasa lebih akrab dengan teman-teman disitu dan llebih sering memberikan penyuluhan-penyuluhan. Di Mutiara Kasih tidak ada yang tau kalau saya juga mantan pengguna kecualPak Imran. Aku juga merahasiakannya karna aku sangat takut akan ditinggalkan kalau aku harus jujur.
Pagi ini seperti biasanya aku Aku berangkat kekampus sama Ryna . Dikampus saya bertemu Rizky lagi duduk bersama Intan. Rizki adalah temannya mantan pacarku dijakarta yang meninggal karna over dosis. Dia juga seorang pengedar sama seperti mantan pacarkuitu. Aku brusaha menghindarinya, tapi dia telah melihatku lebih dulu. “Novi ini kamuya ? apa kabar ? kamu disini ternyata lama tidak ketemu? Kamu sekarang jilbapan Nov? “ dia menanyaiku dengan seribu pertanyaan. Aku tidak tau harus berbuat apa. “ ya .. ini Aku” jawabku singkat dan aku langsung cepat-cepat menunggalkan kampus. Aku sangat ketakutan. Aku tidak tau harus berbuat apa. Aku takut kalau sampai dikampus tersebar kalau Aku mantan pengguna.”Ryn langsung balik aja yok” Aku menarik tangan Ryna.dirumah aku menceritakan sama Ryna siapa Rizky dan aku sangat panik.”Ryn gimana ni?” tanyaku. “Sabar aja semuanya akan baik-baik saja, yakin saja” Ryna mencoba menenangkanku. Saat aku dalam sedang kepanikan Aldi meneleponku “Nov kamu ke Mutiara Hati gak sore ini?” dia menanyakan ku, karna kami sudah ada janji memberikan penyuluhan ditempat yang sama. “ya Di nanti aku kesana” jawabku singkat.
Kali ini tidak seperti biasanya Ryna ikut menemani aku ke Mutiara Hati. “Muka kamu ko pucat bangan Nov, kamu ada masalah ya ?” Aldi mencoba memahami keadaanku. “Nggak Cuma masalah kecil” Aku mencoba menutupi. “Tapi, Kamu tidak seperti biasanya Nov ?” Aldi memperjelas. Aku sudah mau bercerita tapi aku takut. Kalau aku bercerita nanti orang orang di Mutiara Hati menjauhiku. “Mungkin cuma kecapean, aku belakangan ini sibuk bangat” jawabku perasaanku semakin kacau. “Ya sudah kalau kamu lagi tidak mut penyuluhannya kita kensel saja lain kali kan masih bisa” kata Aldi melihat keadaanku. “hari ini mendingan kamu pulang saja istirahat dulu” lanjut Aldi. “ya di nanti kabari saja aku kapan kita penyuluhan itu dilaksanakan” jawabku dan langsung meninggalkan Mutiara Hati.
Hari ini kami melanjutka jadwal penyuluhan yang sempat tertunda kemarin. Sehabis kuliah aku langsung menuju ke Mutiara Hati. Sampainya disana Aldi sudah menunggu. Kami melanjutkan penyuluhan. Tiba-tiba “Hei... kamu Novi kan?” seorang anak menyapaku. Padahal Aku belum pernah merasa kenal denga dia sebelumnya. “Iya aku Novi, kamu siapa ya kok tau nama aku?” aku menjawab dengan penuh kebingungan. “Ngapain kamu disini kamu pengen menyesatkan orang-orang yang ada disini ya? Mana cowok kamu itu? Gara gara kamu aku jadi seperti ini” dia menghujaniku dengan pertanyaan dan dengan nada yang cukup kasar. Aku jadi tambah bingung siapa sebenarnya anak itu. “kamu siapa ya, apa kita pernah kenal sebelumnya?” dengan penuh kebingungan aku memberikan pertanyaan balik.”Jangan sok gak kenaldeh aku jadi seperti ini kan gara-gara kamu sama cowok kamu itu”dia menjawab dengan nada yang lebih keras lagi. “Kamu sudah kenal sama dia Nov?” Aldi menanyakan anak itu kepadaku. Aku mulai merasa ketakutan dan takut Dia menceritakan semuanya kepada anak-anak Mutiara Hati. Aku juga sudah tau siapa dia. “Bukan Di bukan siapa-siapa” aku menjawab dengan sedikit gemetar. “Tapi kok dia kayaknya kenal bangat sama kamu bahkan dia tau nama kamu” aldi kembali menegaskan pertanyaannya tadi. “dia itukan pengedar yang membuat aku jadi kayak gini” anak itu kembali memojokkanku. Aku sangat ketakutan aku lalu pergi dari meninggalkan Mutiara Hati.
Aku sangat kebingungan harus berbuat apa, jika aku menceritakaan semuanya aku belum siap menerima kenyataan. Aku sangat kebingungan harus pergi kemana dan terus menyusuri jalan tanpa arah tujuan yang jelas. Hingga aku sampai dipinggiran danau. Aku duduk termenung dibawah pohon. Hari sudah mulai gelap Aku masih duduk termenung dibawah pohon itu. Lalu seorang ibu menghampiriku.”Neng kamu shalat magrib dulu di dekat situ ada musolla” ibu itu berbicara sambil menyodorka mukena yang habis dipakainya. Tanpa banyak bicara Aku langsung menuju musolla dan mengambil air wudu’. Selepas Aku shalat lalu Menghampiri ibu yang menunggu dibawah pohon itu. “ini bu mukenanya makasihya” Aku mengembalikan mukena ibu itu. Dan kembali ketempat dudukku semula. “Ada apaya Neng kok kamu kayaknya kebingungan? Kamu tinggal dimana kok masih disini hari sudah mulai gelapni” ibu itu sedikit memberikan perhatiannya. “Aku bingung bu mau kemana” Aku menjawab degan nada yang agak lirih. “Kalau begitu kamu ikut ibu aja kepesantren, mungkin disana kamu bisa menenangkan diri !” ibu itu menawarka. Aku mera ber semangat kembali. Ternyata mesih ada orang yang peduli dengan sesamanya.
Dipesantren itu aku merasa bergairah lagi. Setelah menceritakan semuanya kepada ibu itu. Disana aku sering mengikuti pengajian. Dan aktipitas layaknya seorang santri di pesantren itu.
Setelah beberapa hari aki dipesantren itu. aku sudah merasa sudah siap menghadapi kenyataan. Aku berencana untuk kembali kebandung. Kembali kuliah dan ke Mutiara Hati dan berencana menceritakan semuanya. “Buk aku sepertinya aku sudah mulai baika aku berencana kembali ke Bandung” aku minta ijin sama ibu itu. “Apa kamu sudah siap neng?” ibu itu memastikan keadaanku. “Insyaallah aku sudah siap buk” tanpa rasa ragu sedikitpu aku langsung menjawab. “Kapan rencananya kamu kembali ke Bandung” ibu itu menanyaiku lagi. Aku langsung menjawab “kalau tidak ada halangan besok buk”. “Tidak apa-apa yang tabah ya !” ibu itu mengingatkanku. Azan isya sudah terdengar. Aku langsung menuju ke mesjid solat berjamaah. Selepas shlat aku langsung mendengarkan kajian bersama santri-santri yang lainnya.
Pagi ini aku langsung bersiap-siap kembali ke Bandung setelah beberapa hari tinggal dipesantren itu. “Kamu jadi pulang?” ibu itu memastikan.”Iya Buk, terima kasihya buk atas semuanya” aku menyahut. Sambil bersiap siap aku menelpon Pak Imran di Mutiara Hati bahwa aku mau kembali besok. “Buk aku pulang dulu ya!” aku berpamitan sambil menyalami tangan ibu. Ibu langsung merangkulku”hati-hati ya nak jangan lupa semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya. Serahkan saja semuanya sama tuhan!”.
Setelah beristirahat dirumah paman hari masih sore, Aku menelepon pak imran “Pak aku ke Mutiara Hati sekarang”. “Iya anak-anak sudah pada nunggu kamu. Kami sangat mengkhawatirkanmu Nov”kata Pak Imran. Setelah menelephon pah Imran aku langsung berangkat ke Mutiara Hati. Sesampainya di Mutiara Hati, Aku langsung menuju ke ruangan penyuluhan. Disana sudah ada pak Imran ,Synta, Aldi dan anak-anak Mutiara Hati yang lainnya. Aku langsung mengambil tempat duduk disebelahnya pak Imran. “Selamat datang kembali Nov, Apa kamu sudah siap? Tanya pak Imran meyakinkanku. “Insyaallah” aku menjawab dengan sedikit grogi. Aku mulai menceritakan semuanya. Ternya tidak seperti yangku bayangkan anak-anak memberikan tanggapan yang positif. Setelah menceritakan semuanya aku merasa sangat lega. Aku bisa terbebas kembali dari rasa takut yang selama ini membebaniku. Aku pun memutuskan tetap aktif memberikan penyuluhan di Mutiara Hati.